4 Mei 2012

♥♥ APALAH ADA PADA WAJAH YANG CANTIK ANDAINYA... ♥♥


♥♥ APALAH ADA PADA WAJAH YANG CANTIK ANDAINYA... ♥♥

Hari ini aku ingin bercerita tentang sikap dan perangai manusia.....
Tuhan jadikan kita dari segumpal tanah...
hakikatnya semua serupa....
ada mata, hidung, mulut, telinga, 2 tangan, 2 kaki.....
tapi mengapa punya sikap dan perangai yang berbeda-beda.....
Ada yang terpelajar....
menuntut ilmu sampai menara gading....
tapi tidak beradat sopan...
suka menyakitkan hati orang lain dengan kata-kata yang berbisa....
menganggap dirinya lebih sempurna dan makanya dia menjadi angkuh dan ego...
memandang orang dengan sebelah mata.....

Entahlah....
aku kurang suka dan memang akan menjauhkan diri dari orang-orang yang seperti ini. 
Mereka selalu menganggap mereka yang terbaik 
dan boleh dengan sewenang-wenangnya memperlakukan orang lain....

Bagi aku...
bukanlah wajah yang cantik seperti bidadari 
atau ilmu yang menggunung tinggi jadi ukuran....
tapi budi bahasa...
adat sopan....

Aku selalu tertanya-tanya...
kenapa manusia suka bersikap sombong, benci dan irihati sesama manusia.....
suka bila melihat orang lain dilanda kesusahan...
sakit hati bila melihat orang lain bahagia....
setahu aku Tuhan tidak pernah menjadikan umatnya
untuk saling bermusuhan dan membenci antara satu sama lain...

Apalah gunanya wajah yang jelita, 
harta yang berjuta andai hati tak ikhlas berkata.....
Bukan harta jadi ukurannya....
tapi budi bahasa menjadi ingatan....
biarlah kita tidak berharta....
asalkan hati kita mulia.

♥♥ Jadilah isteri atau suami, SAHABAT, KEKASIH dan BELAHAN JIWA ♥♥

 
♥♥ Jadilah isteri atau suami, SAHABAT, KEKASIH dan BELAHAN JIWA ♥♥


Kita bukan hanya ditakdirkan menjadi suami atau isteri tetapi lebih dari itu, kita juga harus menjadi sahabat, kekasih dan belahan jiwa jadi dengan bukan hanya sebagai isteri tapi juga sebagai sahabat, kekasih dan belahan jiwa maka kebersamaan akan terasa indah, baik sesudah dan seperti sebelum menikah.

Mengapa tidak hanya menjadi suami atau isteri tetapi harus menjadi sahabat, kekasih dan belahan jiwa????

Hal ini karena dalam pernikahan akan banyak sekali masalah yang timbul karena kebersamaan ini.

Dengan menjadi SAHABAT, dalam kebersamaan diharapkan orang bisa saling terbuka membicarakan masalah yang dialami secara "blak-blakan" tanpa rasa jangun, prasangka dan saling mempercayai.

Lihatlah kehidupan dalam persahabatan, mereka hidup berjauhan tetapi bisa saling bertemu untuk meneguhkan dalam pembicaran, sharing dan bahkan adu pendapat tetapi tetap saling membangun karena ada kepercayaan bahwa apa yang "perdebatkan" demi kebaikan dan hasil dari "perdebatan" tidak mempengaruhi persahabatan.

Sahabat adalah relasi yang saling membangun, meneguhkan dan bahkan menegur agar kebaikan dicapai.

Jika suami isteri bisa hidup sebagai SAHABAT maka pertengkaran pasti akan bisa diselesaikan dengan baik karena dalam persahabatan tidak mencari keuntungan sendiri.

Disamping sebagai sahabat dalam hubungan suami isteri juga harus sebagai KEKASIH.

Kekasih adalah masa sebelum ada ikatan dalam perkawinan atau masa pacaran.

Jika suami isteri hidup sebagai kekasih, maka keinduan selalu ada dan keinginan untuk bertemu selalu "menghantui" bahkan akan teras sepi jika tidak ada relasi diantara berdua.
Kekasih selalu akan nampak baik dan indah karena disana selalu dipenuhi oleh cinta yang membara.

Jika dalam perkawianan "sifat" pacaran sebagai kekasih ada maka kebaikan pasti selalu ada karena setiap dari mereka tetap menjaga untuk selalu rukun dan saling belajar untuk melengkapi satu dengan yang lainya bahkan dalam banyak masalah selalu dibicarakan dalam suasan yang mesra karena takut saling menyakiti.

Maka selalulah memandang isteri atau suami adalah sebagai kekasih hati dan selalu menjadikan mereka sebagai yang paling berharga.

Setelah sebagai sahabat dan kekasih, jadikan suami atau isteri anda sebagai BELAHAN JIWA.

Jika orang memperlakukan isterinya sebagai belahan jiwa maka "ketergantungan" akan selalu ada dalam diri mereka bahwa tanpa suami atau isteri maka akan ada hal yang kurang bahkan hidup menjadi tidak sempurna.

Jadi tanpa keberadaan isteri atau suami hidup seperti burung yang kehilangan sayap hingga tidak bisa bergerak dengan bebas bahkan lama-kelamaan mati.

Belahan jiwa adalah inti peran paling sentral dalam setiap perkawinaan.

Dengan berani menjadikan isteri atau suami sebagai belahan jiwa maka dapat dipastikan kehidupan bersama akan menajadi lebih baik karena mereka tidak akan saling menyakiti tetapi saling menjaga dan menyempurnakan.

Maka selalulah memandang isteri atau suami sebagai belahan jiwa atau dalam bahasa jawa adalah "garwo" atau "sigaraning nyowo".
Suami atau isteri adalah separo dari nyawa/kehidupan mareka yang telah menikah.

Maka jika ada masalah dalam keluarga, ingatlan sakramen pernikahan kita dimana hati kita telah dibelah dan separo dari hati kita dikorbankan kepada ALLAH dan diganti dengan separo hati pasangan kita.

Jika peran suami atau isteri telah dilengkapi dengan peran sebagai SAHABAT, KEKASIH dan BELAHAN JIWA, maka perkawianan akan terasa indah dan menyenangkan karena diantara satu pribadi dengan pribadi lainya yang telah disatukan dalam sakramen akan selalu bisa menjadi tumpuan dalam kehidupan mereka.

Selamat membangun keluarga berdasarkan peran sebagai suami atau isteri, sahabat, kekasih dan belahan jiwa.

Saya berdoa untk kebaikan keluarga Anda,

Jika ada masalah selalulah ingat kalau Anda sedang bersama dengan sahabat Anda, kekasih Anda dan bahkan Jiwa Anda sendiri.
Tanpa isteri atau suami hidup akan menjadi sangat berbeda bahkan menjadi sangat menderita.

Salam dalam cinta membangun keluarga sebagai ISTERI atau SUAMI, SAHABAT, KEKASIH dan BELAHAN JIWA. ♥♥♥

Perempuan yang Pertama Masuk Surga

 
Perempuan yang Pertama Masuk Surga

Wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah. Kaget? Sama seperti Siti Fatimah ketika itu, yang mengira dirinyalah yang pertama kali masuk surga.
Siapakah Muti’ah? Karena rasa penasaran yang tinggi, Siti Fatimah pun mencari seorang wanita yang bernama Muti’ah ketika itu.
Beliau juga ingin tahu, amal apakah yang bisa membuat wanita itu bisa masuk surga pertama kali? Setelah bertanya-tanya, akhirnya Siti Fatimah mengetahui rumah seorang wanita yang bernama Muti’ah.
Kali ini ia ingin bersilaturahmi ke rumah wanita tersebut, ingin melihat lebih dekat kehidupannya. Waktu itu, Siti Fatimah berkunjung bersama dengan anaknya yang masih kecil, Hasan. Setelah mengetuk pintu, terjadilah dialog.
“Di luar, siapa?” kata Muti’ah tidak membukakan pintu.
“Saya Fatimah, putri Rasulullah”
“Oh, iya. Ada keperluan apa?”
“Saya hanya berkunjung saja”
“Anda seorang diri atau bersama dengan lainnya?”
“Saya bersama dengan anak saya, Hasan?”
“Maaf, Fatimah. Saya belum mendapatkan izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki”
“Tetapi Hasan masih anak-anak”
“Walaupun anak-anak, dia lelaki juga kan? Maaf ya. Kembalilah besok, saya akan meminta izin dulu kepada suami saya”
“Baiklah” kata Fatimah dengan nada kecewa. Setelah mengucapkan salam, ia pun pergi.
Keesokan harinya, Siti Fatimah kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Selain mengajak Hasan, ternyata Husein (saudara kembar Hasan) merengek meminta ikut juga. Akhirnya mereka bertiga pun berkunjung juga ke rumah Muti’ah. Terjadilah dialog seperti hari kemarin.
“Suami saya sudah memberi izin bagi Hasan”
“Tetapi maaf, Muti’ah. Husein ternyata merengek meminta ikut. Jadi saya ajak juga!”
“Dia perempuan?”
“Bukan, dia lelaki”
“Wah, saya belum memintakan izin bagi Husein.”
“Tetapi dia juga masih anak-anak”
“Walaupun anak-anak, dia juga lelaki. Maaf ya. Kembalilah esok!”
“Baiklah” Kembali Siti Fatimah kecewa.
Namun rasa penasarannya demikian besar untuk mengetahui, rahasia apakah yang menyebabkan wanita yang akan dikunjunginya tersebut diperkanankan masuk surga pertama kali. Akhirnya hari esok pun tiba. Siti Fatimah dan kedua putranya kembali mengunjungi kediaman Mutiah. Karena semuanya telah diberi izin oleh suaminya, akhirnya mereka pun diperkenankan berkunjung ke rumahnya. Betapa senangnya Siti Fatimah karena inilah kesempatan bagi dirinya untuk menguak misteri wanita tersebut.
Menurut Siti Fatimah, wanita yang bernama Muti’ah sama juga seperti dirinya dan umumnya wanita. Ia melakukan shalat dan lainnya. Hampir tidak ada yang istimewa. Namun, Siti Fatimah masih penasaran juga. Hingga akhirnya ketika telah lama waktu berbincang, “rahasia” wanita itu tidak terkuak juga. Akhirnya, Muti’ah pun memberanikan diri untuk memohon izin karena ada keperluan yang harus dilakukannya.
“Maaf Fatimah, saya harus ke ladang!”
“Ada keperluan apa?”
“Saya harus mengantarkan makanan ini kepada suami saya”
“Oh, begitu”
Tidak ada yang salah dengan makanan yang dibawa Muti’ah yang disebut-sebut sebagai makanan untuk suaminya. Namun yang tidak habis pikir, ternyata Muti’ah juga membawa sebuah cambuk.
“Untuk apa cambuk ini, Muti’ah?” kata Fatimah penasaran.
“Oh, ini. Ini adalah kebiasaanku semenjak dulu”
Fatimah benar-benar penasaran. “Ceritakanlah padaku!”
“Begini, setiap hari suamiku pergi ke ladang untuk bercocok tanam. Setiap hari pula aku mengantarkan makanan untuknya. Namun disertai sebuah cambuk. Aku menanyakan apakah makanan yang aku buat ini enak atau tidak, apakah suaminya seneng atau tidak. Jika ada yang tidak enak, maka aku ikhlaskan diriku agar suamiku mengambil cambuk tersebut kemudian mencambukku. Ini aku lakukan agar suamiku ridlo dengan diriku. Dan tentu saja melihat tingkah lakuku ini, suamiku begitu tersentuh hatinya. Ia pun ridlo atas diriku. Dan aku pun ridlo atas dirinya”
“Masya Allah, hanya demi menyenangkan suami, engkau rela melakukan hal ini, Muti’ah?”
“Saya hanya memerlukan keridloannya. Karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan sang suami ridlo kepada istrinya”
“Ya… ternyata inilah rahasia itu”
“Rahasia apa ya Fatimah?” Mutiah juga penasaran.
“Rasulullah Saw mengatakan bahwa dirimu adalah wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Ternyata semua gara-gara baktimu yang tinggi kepada seorang suami yang sholeh.”
Hubungan Gempa Aceh Kemarin Dengan
Al-Qur'an

AllahuAkbar.!!! Allah Maha Besar...

Tahukah Anda Gempa di Aceh kemarin
berkapasitas 8.9 skala Richter?

Marilah kita buka Al-Quran (8:9) Surah ke
8 (Al-Anfaal) ayat 9, dan bahwasanya
marilah kita ber-ingat, dan senantiasa
berdo'a kepada Allah,SWT.

Apakah ini suatu kebetulan.?
Kemarin sa'at gempa terjadi adalah
tanggal 11 bulan 4.
Coba cek Al-Quran Surat Huud (11) ayat 4
berbunyi :
"Kepada Allah_lah kamu kembali , dan
dia Maha Kuasa atas segala sesuatu".

Dan gempa aceh terjadi pukul 15:38 coba
buka surat Al Hijr (15) ayat 38 berbunyi :
"Sampai hari (suatu) waktu yang telah
Ditentukan yakni Waktu Tiupan Pertama
Tanda Permulaan Hari Kiamat.

Subhanaallah
AllahHuAkbar

5 Februari 2012

Ketika Adam dan Hawa Terpedaya Iblis

Ketika Adam dan Hawa Terpedaya Iblis

Mendengar bahwa Adam dan Hawa tidak diperkenankan dan dilarang memakan buah Khuldi, Iblis merasa mendapat kesempatan untuk menggoda dan melaksanakan niat jahatnya, yaitu menyesatkan Adam, di mana pada akhirnya tipu dayanya berhasil.
Dengan berpura-pura sakit dan bersedih hati, Iblis mendatangi pasangan Adam dan Hawa. Si Iblis itu mengatakan:
“Saya bersedih hati karena memikirkan kalian berdua, saya tahu dan mendengar bahwa kalian berdua tidak akan lama lagi tinggal bersenang-senang di Surga, apalagi setelah Allah melarang kalian memakan buah pohon ini. Itu merupakan tanda bahwa apa yang saya khawatirkan akan benar-benar terjadi. Oleh karena itu, cepatlah makan buah pohon Khuldi ini supaya kalian berdua tetap bisa hidup dan tidak diusir dari surga ini.”
Tentu saja Adam yang sudah diwanti-wanti oleh Allah, menolak ajakan dan rayuan Iblis itu. Namun dengan berbagai cara, Iblis akhirnya berhasil menipu dan menaklukkan hati Adam, hingga ia tidak hanya bersedia mendapatkan buah khuldi, melainkan juga ikut memakannya. Bahkan Hawa pun kemudian juga ikut-ikutan menikmatinya. Larangan Allah pun mereka langgar. Menyadari perbuatan itu, Adam dan Hawa menyesal bukan main dan mohon ampun kepada Allah.
Allah pun berfirman:
“Bukankah telah aku larang kamu mendekati pohon itu? Bukankah sudah aku peringatkan bahwa Iblis adalah musuh yang nyata bagimu? Turunlah kamu ke bumi, di sana kamu hidup dan di sana pula kamu akan mati.”
Akibat melanggar larangan Allah itulah, maka terlepaslah pakaian yang bagus-bagus itu dan terpaksa mereka berdua menutupi auratnya dengan daun-daun kayu.
Adam dan Hawa diturunkan ke bumi. Mereka diturunkan di tempat yang berbeda, dengan jarak yang sangat berjauhan. Konon, Adam diturunkan di Tanah Hindia, sedang Hawa di Tanah Arab. Mereka pun saling mencari. Sulit dibayangkan bagaimana situasi waktu itu. Namun yang jelas mereka tidak segera dapat saling bertemu.
Di bumi mereka harus menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan kehidupan. Wajah bumi yang belum terjamah tangan manusia keadaannya sangat menyeramkan. Gunung-gunung menjulang tinggi, jurang-jurang terjal menganga lebar, pohon-pohon raksasa tumbuh berserakan, binatang-binatang buas baik yang besar maupun yang kecil berkeliaran dimana-mana.
Untuk melindungi tubuhnya dari hawa dingin dan panas serta sengatan serangga, mereka memakai kulit binatang sebagai pakaiannya.
Selama bertahun-tahun keduanya saling mencari dan berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Perjalanan yang ditempuh sangat sukar dan penuh bahaya. Derita dan sengsara benar-benar mereka rasakan. Pada akhirnya mereka bertemu di Padang Arafah setelah saling mencari selama 40 tahun.
Pertemuan kakek dan nenek manusia itu diyakini terjadi di sebuah bukit yang disebut Jabal Rahmah, di tengah sebuah padang yang luas yang kini dikenal sebagai Padang Arafah, di kawasan Mekah. Artinya padang tempat kenal-mengenal antara Adam dan Hawa yang sudah lama tidak bertemu. Di musim haji Padang Arafah digunakan sebagai tempat wukuf para jema’ah haji. Tanpa wukuf di Arafah, ibadah haji tidak akan diterima Allah.
Betapa terharunya Adam melihat keadaan istrinya yang telah kepayahan, sengsara menapak jalan yang sulit dan kejam. Mereka berpelukan, menangis penuh haru.
***
Kini mulailah babak baru bagi kehidupan cikal-bakal anak manusia. Adam dan Hawa tinggal di sebuah gua yang besar dan lebar. Gua itu terletak di dataran tinggi, sehingga tak gampang diserang binatang buas.
Dengan bekal pengetahuan yang telah diajarkan Allah semasa di surga, Adam mulai mengelola alam di sekitarnya. Ia menjinakkan binatang liar untuk diternakkan, mengolah lahan pertanian dan perkebunan buah-buahan. Tantangan alam yang sangat keras telah menggerakkan akal pikiran Adam untuk dapat mempertahankan kehidupan dengan keadaan yang lebih baik.

Kisah Perkawinan di Zaman Nabi Adam

Kisah Perkawinan di Zaman Nabi Adam

Allah menciptakan Adam dari sari tanah liat, sementara Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Namun anak keturunan mereka di belakang hari diciptakan dari sperma dan ovum manusia yang saling bercinta.
Firman Allah:
“Sesungguhnya aku telah menciptakan manusia dari sari pati yang berasal dari tanah, kamudian aku jadikan saripati itu air mani di tempat yang kukuh, kemudian aku jadikan air mani itu segumpal darah, segumpal daging, yang kemudian membungkus tulang belulang, dan aku jadikan dia makhluk yang berbentuk lain.”
Anak-anak keturunan Adam dan Hawa dilahirkan berpasang-pasangan alias kembar dua, lelaki-perempuan. Namun pasangan itu, tidak boleh saling menikah. Pernikahan hanya diperbolehkan dengan pasangan kembar lainnya. Di antara anak-anak itu ada dua pasangan kembar yang membuat ulah, yaitu pasangan Qabil-Iqlimah dan Habil-Labuda.
Menurut aturan hukum perkawinan yang berlaku kala itu, Qabil boleh mengawini Labuda, dan Habil harus kawin dengan Iqlima. Adapun perkawinan Qabil dengan Iqlima dan Habil dengan Labuda, tidak perbolehkan, karena mereka sama-sama lahir (saudara)  kembar, dan perkawinan itu harus disilang, antara yang lahir kembar terdahulu dengan yang lahir kembar sesudahnya, asal jangan dengan yang sama-sama lahir atau kembarannya. Namun karena di mata Qabil, wajah Labuda tidak secantik Iqlima, ia menolak aturan itu.
Qabil pun bertekad tetap ingin mengawini Iqlima. Tentu saja hal ini tidak diperbolehkan oleh Adam. Karena Qabil tetap bersikeras pada keinginannya, maka Adam kemudian meminta pertolongan kepada Allah, yang kemudian memerintahkan berkorban kepada Qabil dan Habil. Maka keduanya mengadakan kurban, barangsiapa yang kurbannya diterima Allah, maka dialah yang boleh mengawini Iqlima.
Dengan disaksikan seluruh anggota keluarga Adam, Qabil dan Habil mempersembahkan korban di atas bukit. Qabil mempersembahkan hasil pertaniannya. Ia sengaja memilih hasil gandum dari jenis yang jelek. Sedang Habil mempersembahkan seekor kambing terbaik dan yang paling ia sayangi.
Dengan berdebar-debar mereka menyaksikan dari jauh. Tak lama kemudian nampak api besar menyambar kambing persembahan Habil, sedangkan gandum persembahan Qabil tetap utuh, yang berarti kurbannya tidak diterima. Peristiwa ini tercatat dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 27-30:
“Ceritakanlah hai Muhammad kepada mereka dengan sebenarnya, tentang riwayat dua orang anak Nabi Adam (yang bernama Habil dan Qabil), yaitu ketika keduanya berkurban kepada Allah. Maka Allah hanya menerima korban salah seorang di antara keduanya (yaitu Habil), Allah tidak menerima kurban dari yang lainnya (yaitu Qabil) – sebab itulah Qabil marah kepada Habil – seraya berkata, ‘Demi Allah, saya akan membunuh kamu’.”
Jawab Habil:
“Sesungguhnya Allah menerima korban dari orang-orang yang takut. Demi Allah jika engkau memukul saya dengan tanganmu karena hendak membunuh saya, maka saya tidak akan membalas pukulanmu itu, karena saya takut kepada Allah yang memelihara semesta alam ini. Saya berharap supaya engkau kembali dengan membawa dosa karena membunuh saya beserta dosamu sendiri, maka engkau akan termasuk golongan orang-orang yang masuk neraka. Demikianlah balasan orang-orang yang aniaya.”
Setelah Qabil membunuh Habil, Qabil merasa kebingungan, bagaimana cara merawat mayat saudaranya itu. Pada saat kebingungan itulah, Allah memperlihatkan kepada Qabil, dua ekor burung gagak berkelahi dan seekor diantaranya mati terbunuh, maka burung yang hidup itu menggali tanah, lalu bangkai kawannya itu dikuburkan ke dalam lubang yang kemudian ditimbuninya.
“Kemudian Allah mengirim seekor burung gagak, yang melubangi tanah dengan paruh dan kakinya, supaya diperlihatkan kepada Qabil itu, bagaimana semestinya ia menguburkan mayat saudaranya. Ketika ia melihat perbuatan burung itu, maka katanya, “Amat celaka nasib saya, tidak bisakah saya berbuat sebagaimana yang dikerjakan burung gagak ini? Dengan jalan demikian, dapatlah saya menguburkan mayat saudaraku ini.”
Maka ia termasuk golongan orang-orang yang menyesali dari sendiri. Dengan demikian Habil adalah manusia pertama yang meninggal dunia di muka bumi ini.
Adapun Nabi Adam sendiri konon, wafat dalam usia 1000 tahun, dan diyakini dimakamkan di Hindustan. Namun riwayat lain menyebutkan, Nabi Adam dimakamkan di Mekah, bersebelahan dengan makam Hawa, yang wafat setahun kemudian setelah Nabi Adam wafat.
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menyebutkan:
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam pada hari Jum’at, diturunkan ke bumi pada hari Jum’at, bertobat kepada Allah atas dosanya karena memakan buah pohon Khuldi pada hari Jum’at, dan meninggal juga pada hari Jum’at.”

Kisah Nabi Ismail, Cermin Ketaatan Seorang Anak

Kisah Nabi Ismail, Cermin Ketaatan Seorang Anak

Nabi Ismail adalah putra Nabi Ibrahim dengan istrinya, Siti Hajar. Siti hajar berasal dari budak kecil Raja Mesir yang diberikan kepada Siti Sarah, dan setelah besar lalu dijadikan istri olehNabi Ibrahim. Dari istrinya inilah Nabi Ibrahimmemperoleh anak yang bernama Ismail. Adapun istrinya yang pertama, yaitu Siti Sarah, sedari muda sudah mandul (tidak mempunyai anak) dan karena ia ingin sekali mempunyai keturunan, maka setelah usianya sudah agak lanjut, barulah ia dikaruniahi Allah seorang anak laki-laki yang bernama Ishak. Rupanya Siti Sarah kurang senang apabila selalu berdekatan dengan madunya, seperti halnya watak wanita pada umumnya, apalagi madunya itu sudah mempunyai anak, sedangkan ia sendiri masih belum.
Kemudian Nabi Ibrahim membawa pindah istrinya (Siti Hajar) bersama bayinya, Ismail ke negeri Mekah yang pada saat itu masih berupa lautan padang pasir yang belum ada seorang manusia pun disana. Seperti diceritakan dalam Al-Qur’an: surah Ibrahim ayat, 37:
“Hai Tuhan kami! Sesungguhnya kami telah menempatkan anak keturunan kami di lembah yang tidak ada tanaman sama sekali (Mekah) pada tempat rumah-Mu (Ka’bah) yang terhormat. Hai Tuhan kami! Semoga mereka tetap mendirikan salat. Hendaklah Engkau jadikan hati manusia rindu kepada mereka. Berilah mereka rezeki yang berupa buah-buahan, mudah-mudahan mereka mengucapkan syukur kepada Tuhan.”
Nabi Ibrahim kembali ke Negeri Syam. Ketika Siti Hajar telah kehabisan air, ia merasa sangat haus, karena itu air susunya terasa berkurang, dan bayinya (Ismail) ikut menderita karena kekurangan air susu.
Siti Hajar mencari air kemana-mana, mondar mandir antara bukit Sofa dan Bukit Marwa, kalau- kalau ada air di situ. Perbuatan Siti Hajar ini sampai sekarang dijadikan sebagian dari rukun “Ibadah haji” yang dinamakan Sa’i (pulang balik antara Sofa dan Marwa) sebanyak tujuh kali, dengan membacakan nama kebesaran Allah, mensucikan dan mengagungkan Allah.
Tak lama kemudian Siti Hajar mendengar suara (suara Jibril) yang membawa dan menunjukkan Siti Hajar ke suatu tempat, dan disana di hentakkan kakinya ke bumi, maka terpancarlah mata air yang sangat jernih dari dalamnya. Maka dengan segera Siti Hajar mengambil air itu untuk memberi minum anaknya.. mata air itu semula meluap kemana-mana, kemudian Malaikat berkata, “Zamzam” artinya, berkumpullah.” Maka, mata air itu pun berkumpul, dan sampai sekarang mata air itu dinamakan sebagai Air Zam zam. Berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, air zamzam itu tidak pernah kering sampai sekarang walau pun dipergunakan oleh sangat banyak manusia yang mengambilnya.
Pada suatu hari lewatlah di sana serombongan orang Arab Jurhum, yang kebetulan mereka sangat memerlukan air, mereka sudah mencari kesana kemari, tapi belum menemukannya
Tiba-tiba terlihat oleh mereka burung-burung yang sedang berterbangan di atas suatu bukit, biasanya ini suatu pertanda bahwa disana ada mata air. Karena burung itu biasanya senang terbang di atas mata air. Maka pergilah mereka ke sana, dan ternyata benar disana ada mata air, yang disana ada Siti Hajar dan Bayinya, Ismail. Karena kebaikan hati Siti Hajar kepada mereka dengan memberi air zamzam itu sekehendak yang mereka butuhkan, sehingga mereka tertarik hatinya untuk tinggal di sana bersama Siti Hajar.
Atas kebaikan hati Siti Hajar pula, maka rombongan orang Arab Jurhum itu memberikan sebagian barang dagangannya kepada Siti Hajar, sehingga Siti Hajar merasa senang dan bahagia hidupnya di sana. Lama-kelamaan, bertambahlah penduduknya dan jadilah suatu desa yang aman tentram serta subur dan makmur.
Setelah Ibrahim kembali ke Mekah untuk menemui istri dan anaknya, alangkah terkejutnya beliau melihat tempat itu sudah menjadi sebuah desa yang subur dan makmur, dan meliahat Siti Hajar hidup senang dan bahagia karena hidupnya berkecukupan. Siti Hajar menceritakan semua kejadian yang dialaminya kepada suaminya. Nabi Ibrahim memuji kebesaran Allah, yang telah mengabulkan doanya yang lalu.

Mendirikan Ka’bah

Pada suatu hari Nabi Ibrahim mendapat perintah untuk mendirikan Ka’bah di dekat telaga Zamzam. Hal itu diberitahukan kepada anaknya Ismail. Maka keduanya sepakat untuk membangun rumah Allah yang akan digunakan untuk beribadah.
Mereka membangun Ka’bah tersebut dengan tangan-tangan mereka sendiri. Mengangkut batu dan pasir serta bahan-bahan lainnya dengan tenaga yang ada padanya. Setiap selesai bekerja  Nabi Ibrahim bersama anaknya, Ismail, keduanya berdoa, “Ya Tuhan! Terimalah kerja kami ini, sungguh Engkau maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”
“Ya Tuhan! Jadikanlah kami dan keturunan kami umat yang menyerahkan diri kepada-Mu, dan perlihatkanlah kepada kami, Ibadah kami, dan beri tobatlah kami, sesungguhnya Tuhan Maha Pemberi Tobat dan amat Pengasih.”
Pada saat membangun rumah suci itu, Ibrahim dan Ismail meletakkan sebuah Batu Besar berwarna Hitam mengkilat. Sebelum meletakkan batu itu diciumnya sambil mengelilingi bangunan Ka’bah. Batu tersebut sampai sekarang masih ada, itulah Hajar Aswad. Setelah bangunan itu selesai, Allah mengajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail tata cara beribadah menyembah Allah.
Tata cara beribadah yang diajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail inilah yang juga diajarkan kepada Nabi-nabi dan Rasul yang sesudahnya hingga kepada Nabi Muhammad SAW.
“Ya Tuhan, bangkitkanlah seorang utusan dari mereka itu yang mengajarkan ayat  dan kitab serta segala hikmah dan yang akan membersihkan dari dosa-dosa, Engkaulah Tuhan Yang Maha Mulia lagi Perkasa.”

Nabi Ismail, Cermin Anak yang Patuh

Pada suatu hari Nabi Ibrahim bermimpi diperintah Tuhan untuk menyembelih anaknya (Ismail). Maka Nabi Ibrahim bermusyawarah dengan anak-istrinya (Siti Hajar dan Ismail), bagaimana pendapat keduanya tentang mimpinya itu. Siti Hajar berkata, “Barangkali mimpi itu hanya permainan tidur belaka, maka janganlah engkau melakukannya, akan tetapi apabila mimpi itu merupakan wahyu Tuhan yang harus di taati, maka saya berserah diri kepada-Nya yang sangat pengasih dan Penyayang terhadap hambanya.”
Ismail berkata, “Ayahku! Apabila ini merupakan wahyu yang harus kita taati, maka saya rela untuk disembelih.”
Ketiga orang anak beranak itu sudah ikhlas melakukan perintah Tuhannya, maka keesokan harinya dilaksanakan perintah itu.
Selanjutnya Ismail usul kepada ayahnya, Ibrahim: “Sebaiknya saya disembelih dengan keadaan menelungkup, tapi mata ayah hendaklah di tutup, kemudian ayah harus dapat mengira-ngira arah mana pedang yang tajam itu ayah pukulkan, supaya tepat pada leher saya.”
Maka Nabi Ibrahim melaksanakan usul anaknya itu, beliau mengucapkan kalimat atas nama Allah, seraya memancungkan pedangnya yang tajam itu ke leher anaknya.

Nabi Ibrahim AS, Menemukan Allah Melalui Pengamatan pada Alam

Nabi Ibrahim AS, Menemukan Allah Melalui Pengamatan pada Alam

Allah menyelamatkan Ibrahim dari kebengisan Raja Namrud. Ibrahim pendiri Baitullah (Ka’bah), yang menghancurkan berhala-berhala dan menyeru manusia untuk hanya menyembah Allah.
Ibrahim dilahirkan di sebuah tempat bernama Faddam, A’ram, Mausul, Irak, yang termasuk wilayah Kerajaan Babilon.  Pada 2.295 SM. Kerajaan Babilon waktu itu diperintah oleh seorang Raja yang bengis dan mempunyai kekuasaan yang absolut, yaitu Namrudz. Ayah Ibrahim bernama Azar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin Rau’ bin Falij bin Aabir bin Shalih bin Afrakhsyad bin Sam bin Nuh AS. Ia adalah seniman membuat patung yang ulung, dan sangat dicintai oleh Raja Namrud. Patung-patung buatan ayahnya itu dijadikan sesembahan. Patung-patung itu dianggap sebagai Tuhan.
Suatu saat, Raja Namrud mendapat firasat, bahwa suatu waktu akan lahir anak laki-laki yang akan menjatuhkan tahta kerajaannya. Sejak itu, Raja Namrud -  yang mengaku dirinya sebagai Tuhan – memerintahkan tentaranya agar menjaga seluruh pelosok negeri. Bila menemukan bayi lelaki, mereka harus segera membunuhnya. Hal ini leluasa dilakukannya, sebab memang negeri Irak pada saat itu tidak mempunyai undang-undang. Semua keputusan ada di tangan Raja.
Maka banyak sekali bayi lelaki yang mati pada masa itu. Pada masa itu pula, bayi lelaki dilahirkan istri Azar (dalam Kitab Taurat, Azardisebut dengan nama Taroh). Mendengar berita buruk itu, Azar membuang Ibrahin ke Gua di dalam Hutan. Atas kehendak Allah, Ibrahin tidak di ganggu binatang buas. Diapun tidak pernah kelaparan dan kehausan. Atas kehendak Allah pula, jari-jari Ibrahim dapat mengeluarkan cairan Madu. Mulut Ibrahim tinggal mengulum dan mengecup jari-jemarinya yang dapat mengeluarkan madu itu, bila dia lapar dan haus. Menurut perkiraan Azar, bayi yang dibuangnya itu sudah mati dimakan binatang buas, atau mati karena kelaparan dan kehausan.
Masa kecil Nabi Ibrahim hampir sama dengan masa kecil Nabi Musa, yaitu sama-sama dibuang dan dipisahkan dari keluarga orang tuanya, karena saat itu ada undang-undang yang melarang memelihara bayi laki-laki yang lahir pada tahun itu.
Di zaman Nabi Musa, Raja Fir’aun yang mengeluarkan peraturan bahwa setiap bayi laki-laki dari Bani Israel yang lahir pada tahun itu, harus di bunuh, sehingga banyak bayi laki-laki dari bani Israel yang menjadi korban keganasan Fir’aun.
Sedangkan pada zaman Nabi Ibrahim, Raja Namrudz mengeluarkan Undang-undang kerajaan, yang melarang memelihara dan harus di bunuh semua bayi laki-laki yang lahir pada tahun itu tidak perduli anak siapapun. Kedua Raja yang zalim itu mengeluarkan peraturan yang sama, karena mereka merasa khawatir dan takut jika ada bayi laki-laki dibiarkan hidup, mungkin nanti ada diantaranya yang dapat menghancurkan kerajaannya.
Orang tua Nabi Musa menghanyutkan anaknya ke sungai Nil dimasukkan ke dalam sebuah peti dengan tujuan supaya anak itu tidak dituduh sebagai bayi Bani Israel, dan ia berharap bayi itu dapat di temukan dan dipelihara oleh orang lain. Demikian juga orang tua Nabi Ibrahim, walaupun agamanya agama berhala, tetapi dia tidak sampai hati membunuh anaknya sendiri, Ibrahim. Akhirnya dia memutuskan membuang anaknya itu ke Hutan rimba. Menurut perhitungannya, pasti Ibrahim akan mati di tengah Hutan rimba itu, mungkin akan dimakan ular, srigala atau binatang buas lainnya.
Ternyata dugaan Azar meleset, melihat Ibrahim sehat segar-bugar dan makin besar, Azar senang sekali. Ibrahim ingin pulang, tetapi Azar melarang, karena keadaan di dalam kota tidak aman bagi anak-anak laki-laki. Setelah remaja Ibrahim pun keluar dari dalam gua untuk mencari ibu dan ayahnya. Saat itu, dia makin memahami keadaan dengan pikirannya yang cerdas.
Keajaiban atau keanehan ini disebut irhash, yaitu suatu keajaiban yang luar biasa yang terjadi pada diri seorang Rasul semasa kecilnya, dengan izin Allah SWT.
Ketika dewasa, Ibrahim di utus Allah menjadi rasul-Nya. Nabi Ibrahim heran menyaksikan ayahnya menyembah patung buatannya sendiri. Penduduk negeri pun menyembah berhala. Raja Namrud begitu juga. “Apa-apaan ini,” pikir Nabi Ibrahim.
Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar memperlihatkan kekuasaan-Nya, menghidupkan orang-orang yang sudah mati, seperti tertulis dalam Al-Qur’an, Al-Baqarah, Ayat 260. “Dan ingatlah ketika Ibrahim Berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman, “Apakah kamu belum percaya?, Ibrahim menjawab, “Hamba percaya, tetapi agar bertambah mantap hati hamba.” Allah Berfirman, (Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah burung-burung itu, kemudian letakkanlah burung-burung itu pada bukit-bukit, sesudah itu kamu panggillah burung itu, niscaya mereka akan datang padamu dengan segera, dan ketahuilah Allah mahaperkasa dan Maha Bijaksana.”
Setelah menerima bukti-bukti dari Allah, mengenai apa-apa yang diinginkannya, Nabi Ibrahim merasa puas.